ALASAN MENGAPA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (KBM) DARING SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 KURANG EFEKTIF


(Sumber gambar: pikiran-rakyat.com)

Tahun ajaran baru 2020/2021 sudah bergulir pada pertengahan Juli kemarin. Sementara itu, pandemi Covid-19 masih belum kelar-kelar juga.

Anak sekolah—siswa PAUD hingga mahasiswa—terpaksa harus menerapkan sistem belajar dalam jaringan. Metode belajar daring ini memang menjadi hal baru bagi mereka yang tidak pernah mengenal homeschooling. Sayangnya, apakah KBM daring ini akan berjalan efektif sesuai rencana pemerintah?

Wilayah Indonesia yang mencakup ratusan kepulauan terdiri dari lapisan masyarakat yang majemuk. Tentunya, bagi para siswa sekolah yang berasal dari keluarga yang hidup berkecukupan (menengah ke atas), menjalankan KBM daring selama masa perberlakuan kebiasaan baru pasti dapat terpenuhi dalam hal fasilitas. Sementara itu, gimana nasib para anak-anak sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu dan tinggal di daerah terpencil, khususnya yang berada di luar Jawa?

Jaringan internet memang menjadi kebutuhan pokok baru bagi para siswa yang harus melaksanakan KBM daring. Namun bagi siswa dari keluarga kurang mampu, membeli beras lebih diutamakan daripada membeli kuota internet. Toh, satu kilo beras lebih terjangkau harganya daripada vocer kuota Indosat 3 GB Unlimited.

Walhasil, jika anak-anak sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu tak dapat menjangkau akses internet, KBM daring tidak akan pernah berjalan dengan sukses. Sebagai contoh, nasib malang ini dialamai oleh Ali (15), Firnando (15), Rezi (12), dan Faiz (12). Dilansir dari Tribunnews, keempat pelajar yang berasal dari Sepang Jaya, Kedaton, Bandar Lampung ini terpaksa memanfaatkan wifi tetangga sebagai akses internet. Bahkan meraka harus nongkrong di bawah pohon pisang—ada sarang ular—agar bisa mengikuti KBM daring via Zoom.

Semenjak KBM daring diterapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, proses pembelajaran tak ubahnya hanya sekadar live chat atau video call antara pengajar dan anak didik. Pasalnya, perbedaan tempat dan suasana memengaruhi keefektifan KBM. Di tengah proses KBM daring tiba-tiba diganggu adik yang lagi TikTok-an, atau disuruh oleh orangtua belanja sayur, itu ‘kan nggak lucu? Ditambah, pas mau pertemuan kelas via Zoom atau Google Class, ada tetangga yang nyalakan musik berdistorsi tinggi. Belajar pun tidak akan bisa kondusif selayaknya KMB di sekolahan.

Meskipun anak-anak sekolah diminta disiplin ketika belajar dari rumah dan akses internet pun sudah tersedia, gangguan dalam belajar dapat berasal dari mana saja.  Sejak awal KBM daring memakai gawai seperti telepon pintar atau leptop, alih-alih mau memulai kelas daring di Zoom, eh mereka malah buka medsos dulu. Ada yang cek Instastory, ada juga yang gulir-gulir home IG, dan bahkan push rank ML.

Di perguruan tinggi pun, KBM daring belum membuahkan hasil belajar yang maksimal. Tak jarang ketika bertatap muka via Zoom ada mahasiswa tidak berpakaian rapi dan bahkan belum mandi. Setelah KBM daring selesai, sang dosen disuruh mengirimkan materi pembelajaran via surel. Metode belajar KBM daring memang hanya mempunyai dua aspek visual dan audio. Terkadang gangguan teknik seperti suara yang kurang jelas saat dosen menerangkan materi kuliah terjadi, karena sinyal internetnya lemah.

Sementara itu, ada beberapa anak sekolah yang mengeluh karena tenaga pengajar hanya memberikan tugas kepada mereka tanpa menjelaskan materi pelajaran terlebih dahulu. Begitulah curhatan adik saya dan temannya yang sekarang duduk di kelas 3 SMKN. Mungkin hal ini dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan tenaga pengajar dalam memaksimalkan gawai, seperti laptop dan telepon pintar. Biasanya hal ini kerap menimpa tenaga pengajar yang sudah senior dan akan pensiun 1 – 2 tahun lagi.

Pengajar senior memang sudah terbiasa untuk tak lepas dari papan tulis ketika hendak mengajar. Kalaupun ingin menyiasati KBM di dalam kelas menjadi 2 sif dalam satu hari, pasti tenaga pengajar akan repot dan capai.  Cepat ataupun lambat, pasti banyak anak sekolah yang sudah kangen belajar di kelas, jajan di kantin, dan olahraga bareng di lapangan. Sebab, interaksi langsung antar 2 individu atau lebih sangatlah penting untuk mendidik mental, sosial, dan moralitas. Tiga hal tersebut akan sangat sulit untuk didapatkan dengan KBM daring dari rumah.

Seiring pandemi korona yang belum usai juga, pemerintah cenderung memfokuskan kinerja mereka pada sektor kesehatan dan ekonomi. Sehingga, sektor pendidikan yang menjadi fondasi dasar terbentuknya manusia malah terkesan dinomorduakan. Sepantasnya pemerintah lebih mementingkan masalah pendidikan generasi penerus bangsa ini. Jangan sampai persepsi bahwa orang miskin sulit sekolah semakin kentara, seiring harga HP dan kuota internet belum terjangkau.

Sikap peduli dan saling tolong antar teman sekolah maupun antara tenaga pengajar dan murid adalah kunci utama dalam menghidupkan KBM semaksimal mungkin di tengah situasi sulit seperti ini. Misalnya, saling membatu membeli kuota internet dan meminjamkan gawai untuk belajar dari rumah. Pemerintah pun harus menyiasati bagaimana KBM di kelas bisa dimulai lagi, tentunya dengan menerapkan protokol pencegahan Covid-19.

 

 

 

 


0 Response to "ALASAN MENGAPA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (KBM) DARING SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 KURANG EFEKTIF"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel